MAKALAH PROBLEM POSSING


A.    Pendahuluan
Menurut Hiebert dan Carpenter (dalam Sri Surtini, dkk, 2003: 9), memahami matematika adalah membuat hubungan antara ide-ide, fakta, atau prosedur yang semuanya merupakan bagian dari jaringan. Dengan kata lain masalah yang diberikan dapat diselesaikan dengan cara memahami hubungan antara ide-ide, fakta atau prosedur yang terdapat dalam jaringan. Hiebert dan Carpenter (dalam Sri Surtini, dkk, 2003: 10) juga menyatakan bahwa pemahaman matematika memerlukan suatu proses untuk menempatkan secara tepat informasi atau pengetahuan yang sedang dipelajari ke dalam jaringan internal dari representasi pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya di dalam struktur kognitif siswa. Dalam proses ini siswa diharapkan mampu memahami masalah matematika yang sedang dipelajari.
Menurut Sutawidjaja (dalam Abdussakar)  memahami konsep saja tidak cukup karena di dalam praktek kehidupan siswa memerlukan keterampilan matematika, sedangkan hanya dengan menguasai keterampilannya, siswa tidak mungkin memahami konsepnya. Selain itu siswa diharapkan mampu mengetahui manfaat dari matematika dalam kehidupan sehingga siswa merasa butuh matematika karena suatu ilmu yang sangat penting. Oleh karena itu, guru harus menyampaikan konsep dengan benar dan kemudian melatih keterampilan siswa. Hiebert dan Carpenter (dalam Sri Surtini, dkk, 2003: 9)  menyatakan bahwa pada dasarnya terbentuknya pemahaman ketika belajar berlangsung dalam proses yang digambarkan sebagai berikut.
1.    Menangkap ide yang dipelajari melalui pengalaman konkret.
2.    Menyatukan informasi dengan skema pengetahuan yang sudah dimiliki.
3.    Mengorganisasikan kembali pengetahuan yang sudah dimiliki, dengan membuat hubungan antara pengetahuan lama dan pengetahuan yang baru sehingga terbentuklah hubungan baru dengan hubungan lama yang dimodifikasikan.
Untuk merangkai berbagai cakupan yang telah dijelaskan di atas dapat digunakan pendekatan problem posing. Problem posing merupakan suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis.

B.     Pengertian Problem Posing
Problem posing memiliki beberapa pengertian, English (dalam Muhammad F.A.) menjelaskan bahwa problem posing adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas di mana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver (1994) dan Simon (1993) dalam Muhammad F.A., mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting matematika.
Menurut Silver & Cai dalam Abdussakir, terdapat 3 pengertian problem posing. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain. Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal. Sedangkan “The Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics” merumuskan secara eksplisit bahwa siswa-siswa harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal (masalah) mereka sendiri. Lebih jauh The Professional Standards for Teaching Mathematics menyarankan hal yang penting bagi guru-guru untuk menyusun soal-soal mereka sendiri. Siswa perlu diberi kesempatan merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut (Silver & Cai, dalam Abdussakir).
Sehubungan dengan hal ini Silver (dalam Muhammad, F.A.) memberikan istilah problem posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda, yaitu:
1.      Pengajuan pre-solusi (presolution posing) yaitu siswa membuat soal dari situasi yang diadakan,
2.      Pengajuan soal di dalam solusi (within solution posing) yaitu siswa mampu merumuskan ulang soal menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan sebelumnya. Jadi diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru dari sebuah pertanyaan yang ada pada soal yang bersangkutan.
3.      Pengajuan soal setelah solusi (post solution posing) yaitu siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan untuk membuat soal yang baru yang sejenis.
Brown dan Walter dalam Muhammad F.A., menyatakan bahwa pengajuan masalah matematika terdiri dari dua aspek penting, yaitu accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan kemampuan siswa memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi yang sulit ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan kemampuan untuk mengajukan masalah matematika.

C.     Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM : 2000) yang dikutip oleh Ilana Lavy and Atara Shriki, problem posing diakui sebagai komponen penting dari pembelajaran matematika. Stoyanova dalam Ken Clements dan Christine Keitel (1996:1011) mengklasifikasikan informasi atau situasi problem posing menjadi:
1.       situasi problem posing yang bebas, pada situasi ini, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal.
2.      situasi problem posing yang semi terstruktur, pada situasi ini siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal.
3.      Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan.  Silver dan Cai dalam Abdussakir mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.    Pertanyaan matematika adalah pertanyaan yang memuat masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan. Pertanyaan matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu:
a.    pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan yaitu pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika yang dapat diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
b.    pertanyaan matematika yang tidak dapat diselesaikan.
2.    Pertanyaan non matematika adalah pertanyaan yang tidak memuat masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang diberikan.
3.    Sedangkan pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar atau salah.
 Menurut Brown and Walter dalam Abdussakir (2009)  ada lima tahapan utama dalam  problem posing, yaitu:
1)        Memilih titik awal.
Pemilihan titik awal dapat dengan menggunakan bahan yang konkret atau teorema.
2)        Mendaftar apa yang diketahui dari masalah atau situasi yang diberikan.
3)        Menggali konsep dengan pertanyaan "bagaimana-jika-tidak".
Penggalian konsep dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan seperti: "Bagaimana jika hal yang diketahui tidak demikian, apa yang bisa dilakukan?"
4)        Mencari, mendefinisikan, dan mencatat hal yang baru berdasarkan pertanyaan “bagaimana-jika-tidak” sebelumnya.
5)        Membuat pertanyaan-pertanyaan baru dan analisis pertanyaan tersebut setelah semua masalah direncanakan.

Selain itu, Brown dan Walter, dalam Abdussakir (2009), juga mengungkapkan bahwa informasi atau situasi problem posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Sementara itu, menurut Setiawan (2004), pembentukan soal atau pembentukan masalah terdiri dari dua kegiatan yaitu:
1)   Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau pengalaman siswa.
2)   Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.

Phylips Within, mengemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan problem posing adalah sebagai berikut:
1)   Melibatkan siswa dalam membahas masalah baru dengan teliti.
2)   Meminta siswa mencatat tentang apa yang mereka bicarakan, mereka tulis dan mereka gambar berdasarkan temuan mereka.
3)   Meminta siswa mengajukan soal  atau petanyaan berdasarkan hasil pengamatan mereka.
4)   Meminta siswa untuk memilih salah satu soal atau pertanyaan yang mereka buat untuk diprediksikan solusinya.
5)   Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan atau mendiskusikan temuan mereka dengan siswa yang lain.

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan, langkah-langkah penerapan pendekatan problem posing dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1)        Guru menyajikan informasi atau  situasi kepada siswa dengan menggunakan gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
2)        Siswa mencatat hal-hal yang telah diketahui dari situasi atau informasi yang telah diberikan.
3)        Siswa membuat pertanyaan atau soal dengan menggali konsep dari hal-hal yang telah diketahui.
4)        Siswa menganalisis pertanyaan atau soal  yang telah dibuat dan memprediksi solusi dari soal tersebut .
5)        Siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan siswa yang lain.


D.    Kelebihan dan Kelemahan Problem Posing
Beberapa kelebihan dari pembelajaran problem posing yang diuraikan Ilana Lavy and Atara Shriki (2007) yang diambil dari pendapat beberapa ahli, yaitu:
1.      memupuk berpikir lebih beragam dan fleksibel
2.      meningkatkan keterampilan pemecahan masalah siswa
3.      memperluas dan memperkaya persepsi siswa tentang matematika
4.      mengkonsolidasikan konsep dasar
5.      membantu dalam mengurangi ketergantungan siswa pada guru dan buku teks
6.      memberikan siswa perasaan menjadi lebih terlibat dalam pendidikan mereka
7.      dengan pembelajaran problem posing, dapat meningkatkan penalaran dan refleksi siswa.
8.      mendorong rasa kepemilikan bahwa siswa perlu untuk membangun pengetahuan mereka sendiri. masalah kepemilikan ini menghasilkan keterlibatan dan rasa ingin tahu yang tinggi, serta antusiasme terhadap proses pembelajaran matematika
Sementara itu, Rustiningsih (2002:18), dalam Sutisna Wijaya (2010), juga mengemukakan kelemahan pembelajaran problem solving yaitu waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.



Daftar Pustaka


Ilana Lavy and Atara Shriki. 2007. Problem Posing as A Means for Developing Mathematical Knowledge of Prospective Teachers [online]. Tersedia: http://google.com. [26 Maret 2011].

Ken Clements & Christine Keitel. 1996. International handbook of mathematics education, Part 2. Netherland: Kluwer Academik Publisher.

Muhammad, F.A. ---. Problem Possing [online]. Tersedia: http://muhfida.com/problem-posing/.  [26 Maret 2011]

Phylips Whitin. _____. Promoting Problem Solving Exploration. In Teaching Children Mathematics, NCTM 2004 [online]. Tersedia: http://www.ceefcares.org/flyers/promotingproblemposingperimeter.pdf.  [25 Desember 2010].

Setiawan.  2004. Pembelajaran Trigonometri Berorientasi PAKEM di SMA. Paket Pembinaan Penataran. Pusat Pengembangan Penataran Guru Pendidikan Matematika, Yogyakrta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sutisna Wijaya. 2010. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing [online]. Tersedia: http://sutisna.com/artikel/kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/. [26 Desember 2010].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar