PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE
LEARNING)
A.
Pendahuluan
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah
dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Namun dalam
pembelajaran
matematika yang terjadi cenderung textbook oriented, abstrak, dan sulit
dipahami. Kebanyakan guru mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berfikir
siswa, metode yang digunakan kurang bervarasi, sehingga motivasi belajar siswa
menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis
(Direktorat PLP, 2002).
Dalam hal ini perlu
dilakukan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan pendidikan kearah
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pembelajaran matematika hendaknya lebih
bervariasi metode maupun strategi guna mengoptimalkan potensi siswa. Pemilihan
metode, strategi, dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna mencapai
pembelajaran yang aktif dan bermakna adalah tuntutan yang harus dipenuhi bagi
pendidik. Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat
aktif membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi
juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari
apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran
yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur
kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional.
B.
Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sebagai salah satu model pembelajaran, cooperative learning (pembelajaran
kooperatif) menekankan aktivitas kolaboratif peserta didik dalam belajar yang
berbentuk kelompok kecil untuk mempelajari materi pelajaran dan memecahkan masalah.
( Asep Gojwan, 2004: 1)
Anita Lie (2007: 17) menyebut pembelajaran
kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yakni sistem pembelajaran
yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam tugas yang
terstruktur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif hanya dapat
berjalan kalau sudah terbentuk kelompok atau tim yang di dalamnya peserta didik
bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan
jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4 – 6 orang saja. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Slavin (1995: 2) berikut ini :
”In cooperative learning methods, students work together in four to
six member teams to master material initially presented by the teacher.”
Menurut
Paul Suparno (2007: 134), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana
peserta didik dibiarkan belajar dalam kelompok, saling menguatkan, mendalami,
dan bekerjasama untuk semakin menguasai bahan.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang memanfaatkan kerja bersama dalam kelompok kecil yang
biasanya beranggotakan 4 sampai 6 orang, dimana keberhasilan kelompok
ditentukan oleh keaktifan dari masing-masing anggota kelompok tersebut. Melalui
proses belajar dari teman sebaya di bawah bimbingan guru, maka proses
penerimaan dan pemahaman semakin mudah dan cepat terhadap materi yang
dipelajari.
Dalam
pembelajaran kooperatif, peserta didik tidak hanya mempelajari mata pelajaran,
namun harus mempelajari ketrampilan khusus yang dinamakan ketrampilan kooperatif. Untuk dapat memaksimalkan kegiatan individu
maupun kelompok, maka ketrampilan itu harus dimiliki peserta didik sebagai
sikap positif, seperti kemandirian, bekerjasama, dan menghargai pendapat orang
lain ( Widihastrini, 1999 : 17).
b.
Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Isjoni
(2007: 20) menyebutkan ada 5 ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu : (1)
setiap anggota mempunyai peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di
antara peserta didik, (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas
belajarnya dan juga teman sekelompoknya, (4) guru membantu mengembangkan
ketrampilan interpersonal kelompok, dan (5) guru hanya berinteraksi dengan
kelompok ketika diperlukan saja.
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua
kerja kelompok dapat dianggap cooperative
learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong royong harus diterapkan yaitu:
1. Saling ketergantungan Positif
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha
setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar
perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2. Tanggung Jawab Perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur
model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang
terbaik. Pendidik yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat
persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota
kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya
dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap Muka
Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Kornunikasi Antar Anggota
Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi
dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan
proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman
belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
5. Evaluasi Proses Kelompok.
Pendidik perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi
proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif.
c.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan
komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar
berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling membantu belajar, saling
menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Menurut Ismail
(2003: 21) terdapat 6 (enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
Langkah
|
Indikator
|
Tingkah Laku
Guru
|
Langkah 1
|
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi
siswa.
|
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai
serta memotivasi siswa.
|
Langkah 2
|
Menyajikan
informasi.
|
Guru menyajikan
informasi kepada siswa.
|
Langkah 3
|
Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-kelompok belajar.
|
Guru
menginformasikan pengelompokan siswa.
|
Langkah 4
|
Membimbing kelompok belajar.
|
Guru memotivasi
serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok-kelompok belajar.
|
Langkah 5
|
Evaluasi.
|
Guru mengevaluasi
hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
|
Langkah 6
|
Memberikan penghargaan.
|
Guru memberi
penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
|
d.
Model Pembelajaran Kooperatif
Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif
yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin (1985), Lazarowitz
(1988) atau Sharan (1990) dalam Rachmadi (2006) sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini pertama kali dikembangkan
oleh Aronson dkk. Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa
kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 - 6 siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika
mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam
kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe
jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran
tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama
dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam
kelompok ahli siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke
kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi
gergaji).
b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli
maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok
atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran
yang telah didiskusikan.
c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara
individual.
d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok
melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi
menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
f) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan
jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi
materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan
oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa
dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan NHT:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau
permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada
siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
c) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok,
setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor
atau nama.
d) Guru
mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
e) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut
salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu
siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara
individual.
h) Guru memberi penghargaan pada kelompok
melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
3. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
Pembelajaran
kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-langkah penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan
kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa
secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi,
sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
d) Bahan materi yang telah dipersiapkan
didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin,
1995).
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang
telah dipelajari.
f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa
secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
4. Pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assited Individualization atau Team Accelarated
Instruction)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini
dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran
kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi
kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan
pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada
tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran
yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke
kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok,
dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai
tanggung jawab bersama. Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai
berikut:
a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh
guru.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada
siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik
tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok
berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
d) Hasil belajar siswa secara individual
didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok
saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang
telah dipelajari.
f) Guru memberikan kuis kepada siswa secara
individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e.
Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1.
Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
a)
Memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu
pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam
merumuskan ke arah satu pandangan kelompok (Cilibert-Macmilan, 1993).
b)
Melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir
(thinking skill) maupun keterampilan
sosial (social skill) seperti
keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang
lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang
menyimpang dalam kehidupan kelas (Stahl 1994).
c)
Siswa yang belajar dengan mengunakan metode pembelajaran kooperatif akan memiliki
motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya Sharan
(1990).
d)
Meningkatkan kemampuan akademik, kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan
persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan-santun,
rneningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar
mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai
pokok pikran orang lain (Johnson, 1993).
2.
Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Kekurangan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor yaitu faktor
dari dalam (intern) dan faktor dari
luar (ekstern). Faktor dari dalam
yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikran dan
waktu; 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar
maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai; 3)
Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan; 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang,
hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Faktor dari luar erat
kaitannya dengan kebijakan pemerintah yaitu kegiatan belajar mengajar di kelas
cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan UN/UNAS.
DAFTAR PUSTAKA
Anita
Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Penerbit
Grasindo.
Ditjen Dikdasmen Depdiknas. 2002. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah Buku5: Pembelajaran Kontekstual. Jakarta.
Isjoni. 2007. Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok.
Bandung: Alfabeta.
Rachmadi W (2006). Model-model
Pembelajaran Matematika SMP. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika,
Yogyakarta: PPPG Matematika.
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Second Edition. Massachussetts:
Allyn and Bacon Publishers.
Suparno, P. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika:
Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Zainal, Rusli. 2009. “Kelebihan dan
Kelemahan Cooperative Learning”.
Artikel diambil dari http://xpresiriau.com/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar