PEMBELAJARAN BERBASIS
MASALAH
(PROBLEM BASED LEARNING)
A.
Pendahuluan
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah
dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Namun dalam
pembelajaran
matematika yang terjadi cenderung textbook oriented, abstrak, dan sulit
dipahami.
Dalam hal ini perlu
dilakukan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan pendidikan kearah
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pembelajaran matematika hendaknya lebih
bervariasi metode maupun strategi guna mengoptimalkan potensi siswa. Pemilihan
metode, strategi, dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran guna
mencapai pembelajaran yang aktif dan bermakna adalah tuntutan yang harus
dipenuhi bagi pendidik. Pendidik perlu
menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana anak dapat aktif
membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme
yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Dalam hal ini diperlukan pendekatan pemecahan
masalah yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan kegiatan belajar mengajar
akan dititik beratkan pada keaktifan siswa, kegiatan belajar ini dapat mengasah
kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran,
memecahkan masalah, mengemukakan gagasan atau ide dan mampu bekerjasama.
B.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
a.
Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem-based learning (PBL) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi
kepada peserta didik dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured,
atau open-ended melalui stimulus dalam belajar (Fogarty, 1997). PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tenting berfikir kritis
dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran, Moffit (Depdiknas, 2002). Model problem
based learning memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar
dimulai dengan suatu permasalahan, (2) memastikan bahwa permasalahan yang diberikan
berhubungan dengan dunia nyata peserta didik, (3) mengorganisasikan pelajaran
di seputar permasalahan, bukan di seputar disiplin ilmu, (4) memberikan
tanggung jawab sepenuhnya kepada peserta didik dalam mengalami secara langsung
proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut
peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam
bentuk produk atau kinerja (performance). Masalah dalam model problem
based learning mengintegrasikan komponen-komponen konteks permasalahan,
representasi atau simulasi masalah, dan manipulasi ruang permasalahan. Masalah
yang diberikan kepada peserta didik dikemas dalam bentuk ill-defined. Representasi
atau simulasi masalah dapat dibuat secara naratif, yang mengacu pada permasalahan
kontekstual, nyata dan authentik. Manipulasi ruang permasalahan memuat objek-objek,
tanda-tanda, dan alat-alat yang dibutuhkan peserta didik dalam memecahkan masalah.
Manipulasi ruang permasalahan memungkinkan terjadinya belajar secara aktif dan bermakna.
Aktivitas menggambarkan interaksi antara peserta didik, objek yang dipakai, dan
tanda-tanda serta alat-alat yang menjadi mediasi dalam interaksi.
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir
kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,
1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan
bahwa PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang
mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar
pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran
aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan
baik. Dua definisi di atas mengandung
arti bahwa PBL atau PBM merupakan
setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
b.
Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Berbagai
pengembang pembelajaran berbasis masalah telah menunjukkan ciri-ciri pengajaran
berbasis masalah sebagai berikut:
1)
Pengajuan masalah atau
pertanyaan
Pengajaran
berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan
akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial
penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi
kehidupan nyata yang autentik , menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan
adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (dalam Abbas,
2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia
nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
b) Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan
masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi siswa
yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c) Mudah dipahami
Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami
siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa.
d) Luas dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran
Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya
bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang
akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu,
masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
e) Bermanfaat
Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah
bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat
masalah. Masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan
berfikir memecahkan masalah siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2)
Berfokus pada
keterkaitan antar disiplin
Meskipun
pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA,
Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.
3)
Penyelidikan autentik
Pengajaran
berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari
penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan),
membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan
bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
4)
Menghasilkan
produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran
berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk
karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan,
model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7 dalam
Nurhadi, 2003:56).
Strategi PBL memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1)
Learning is driven by challenging, open-ended, ill-defined and
ill-structured, practical problems. Jadi strategi PBL didorong oleh tantangan,
lebih terbuka, masalahnya tidak jelas, tidak beraturan dan praktis.
2)
Students generally work in collaborative groups. Dalam PBL ini siswa
bekerjasama dalam suatu kelompok untuk menemukan solusi suatu masalah.
3)
Teachers take on the role as "facilitators" of learning. Dalam
PBL guru berperan sebagai fasilitator, yakni yang mengarahkan, membimbing, dan
mendampingi siswa dalam proses pembelajaran.
4)
Instructional activities are based on learning strategies involving
semantic reasoning, case based reasoning, analogical reasoning, causal
reasoning, and inquiry reasoning, These activities include creating stories;
reasoning about cases; concept mapping; causal mapping; cognitive hypertext
crisscrossing; analogy making; and question generating. Penerapan kegiatan
instruksional PBL didasarkan pada strategi pembelajaran yang melibatkan
penalaran semantik, penalaran berbasis kasus, penalaran analogis, penalaran
kausal, dan penalaran penyelidikan.
Selain itu, menurut
Fogarty (1997) PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1)
belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang
diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa, (3) mengorganisasikan
pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) memberikan
tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan
secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok kecil,
dan (6) menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka
pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
Pada hakekatnya
karakteristik PBL ini menciptakan pembelajaran yang menantang siswa untuk
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dengan menjalin kerjasama dengan
siswa lain, dan guru hanya berperan sebagai fasilitator. Jadi pembelajaran
berpusat pada siswa. Menurut Hmelo-Silver & Barrows (2006) bahwa dalam perspektif
konstruktivisme, peran instruktur/ guru dalam PBL adalah membimbing proses
belajar daripada memberikan pengetahuan. Dari perspektif ini, komponen penting
dalam proses PBL adalah adanya umpan balik (feed back), refleksi terhadap
proses pembelajaran dan dinamika kelompok.
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja
sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil).
Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog
dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
c.
Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
PBL dapat diterapkan dalam kurikulum dan pembelajaran, mengingat pentingnya siswa/mahasiswa memiliki
pengalaman dan kemampuan mengatasi masalah nyata dalam kehidupannya sehari-hari
secara mandiri.
Adapun kelebihan menggunakan PBL, antara lain; (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Adapun kelebihan menggunakan PBL, antara lain; (1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan; (2) Dalam situasi PBL, siswa mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran berlangsung; dan (3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
d.
Fase Pembelajaran Berbasis Masalah
Model problem-based
learning dijalankan dengan 8 langkah, yaitu: (1) menemukan masalah, (2)
mendefinisikan masalah, (3) mengumpulkan fakta-fakta, (4) menyusun dugaan sementara,
(5) menyelidiki, (6) menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan, (7) menyimpulkan
alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif, (8) menguji solusi permasalahan
(Fogarty, 1997).
Ada enam fase
dalam PBL yaitu (http://www.idrisharta.blogspot.com/):
Fase 1: Pengajuan permasalahan. Soal
yang diajukan seperti dinyatakan sebelumnya harus tidak terstrktur dengan baik,
dalam arti untuk penyelesaiannya diperlukan infoemasi atau data lebih lanjut,
memungkinkan banyak cara atau jawaban, dan cukup luas kandungan materinya.
Fase2: Apa yang diketahui diketahui
dari permasalahan? Dalam fase ini setiap
anggota akan melihat permasalahan dari segi pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya. Kelompok akan mendiskusikan
dan menyepakati batasan-batasan mengenai permasalahan tersebut, serta
memilah-memilah isu-isu dan aspek-aspek yang cukup beralasan untuk diselidiki
lebih lanjut. Analisis awal ini harus
menghasilkan titik awal untuk penyelidikan dan dapat direvisi apabila suatu
asumsi dipertanyakan atau informasi baru muncul kepermukaan.
Fase 3: Apa yang tidak
diketahui dari permasalahan? Disini
anggota kelompok akan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan atau isu-isu
pembelajaran yang harus dijawab untuk menjelas permasalahan. Dalam fase ini, anggota kelompok akan
mengurai permasalahan menjadi komponen-komponen, mendiskusikan implikasinya,
mengajukan berbagai penjelasan atau solusi, dan mengembangkan hipotesis
kerja. Kegiatan ini seperti fase “brainstorming”
dengan evaluasi; penjelasan atau solusi dicatat. Kelompok perlu merumuskan tujuan
pembelajaran, menentukan informasi yang dibutuhkan, dan bagaimana informasi ini
diperoleh.
Fase 4: Alternatif
Pemecahan. Dalam fase ini anggota
kelompok akan mendiskusikan, mengevaluasi, dan mengorganisir hipotesis dan
mengubah hipotesis. Kelompok akan
membuat daftar “Apa yang harus dilakukan?” yang mengarah kepada sumberdaya yang
dibutuhkan, orang yang akan dihubungi, artikel yang akan dibaca, dan tindakan
yang perlu dilakukan oleh para anggota.
Dalam fase ini anggota kelompok akan menentukan dan mengalokasikan
tugas-tugas, mengembangkan rencana untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Informasi tersebut dapat
berasal dari dalam kelas, bahan bacaan, buku pelajaran, perpustakaan,
perusahaan, video, dan dari seorang pakar tertentu. Bila ada informasi baru, kelompok perlu
menganalisa dan mengevaluasi reliabilitas dan kegunaannya untuk penyelesaian
permasalahan yang sedang dihadapi.
Fase 5: Laporan dan
Presentasi Hasil. Pada fase ini, setiap
kelompok akan menulis laporan hasil kerja kelompoknya. Laporan ini memuat hasil kerja kelompok dalam
fase-fase sebelumnya diikuti dengan alasan mengapa suatu alternatif dipilih dan
uraian tentang alternatif tersebut. Pada
bagian akhir setiap kelompok menjelaskan konsep yang terkandung dalam permasalahan
yang diajukan dan penyelesaian yang mereka ajukan. Misalnya, rumus apa yang mereka gunakan. Laporan ini kemudian dipresentasikan dan
didiskusikan dihadapan semua siswa.
Fase 6: Pengembangan
Materi. Dalam fase ini guru akan
mengembangkan materi yang akan dipelajari lebih lanjut dan mendalam dan
memfasilitasi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep yang diajukan oleh setiap
kelompok dalam laporannya.
Berdasarkan enam fase tersebut para peserta didik dapat menggunakan
waktunya mendiskusikan masalah, membuat dugaan sementara,
menentukan fakta yang relevan, mencari informasi, dan mendefinisikan isi
pembelajaran itu sendiri. Berbeda dengan
pembelajaran tradisional, tujuan pembelajaran dalam PBM tidak ditetapkan
dimuka. Sebaliknya, setiap anggota
kelompok akan bertanggungjawab untuk membangun isi-isu atau tujuan berdasarkan
analisa kelompok tentang permasalahan yang diberikan.
e. Pengukuran dalam PBL
Secara
umum, dan paling sedikit, para peserta didik akan diukur dalam tiga hal:
1) Kemampuan menerapkan. Mendemonstrasikan kemampuan
mengatur organisasi dan konsep dan kerangka manajemen perubahan untuk
menentukan dan menganalisa variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keefektifan
organisasi secara keseluruhan.
2) Kemampuan
berfikir kritis, Pemecahan masalah dan komunikasi.
Mengidentifikasi permasalahan dan/atau kesempatan dalam kontek
organisasi dan membuat rekomendasi tertentu, yang didukung oleh teori untuk
memperjelas masalah. Dengan tepat dan kompeten menggunakan kerangka
teoritis dari desain organisasi dan literatur untuk menterjemahkan dan
menyelesaikan masalah, dan mengkomunikasikan dengan efektif analisis kepada
anggota lainnya dalam berbagai konteks.
Mengimplementasikan kegiatan penyelesaian masalah dengan mengutamakan
kualitas.
3) Kemampuan Kerjasama dan Kepemimpinan.
Bekerjasama sebagai anggota tim untuk menyelesaikan suatu tugas,
mengambil inisiatif dalam menunjukkan dan menyelesaikan masalah atau mencari
kesempatan untuk belajar dan berkembang dalam kelompok.
f.
Contoh
Fase 1: Pengajuan Permasalahan
Seorang pengusaha ingin merintis usaha bisnis dengan modal
uang Rp. 30.000.000, tetapi
ia bingung untuk memulai usaha apa yang cocok karena dia tidak ahli dalam dunia
bisnis. Rencanakan usaha apa yang anda sarankan untuk pengusaha tersebut agar
uang-nya menghasilkan keuntungan yang maksimal!.
Fase 2: Apa yang diketahui?
Setiap kelompok mendiskusikan:
Ø Dana yang tersedia adalah Rp 30.000.000
Ø Peluang apa saja yang mungkin
cocok untuk pengusaha.
Fase
3: Apa yang tidak diketahui?
·
Berapakah biaya modal setiap usaha?
-
Berapa besar?
-
Dimana info ini dapat
diperoleh?
·
Berapakah biaya hidup selama
kurun waktu tersebut?
-
Berapa besar?
-
Dimana info ini dapat
diperoleh?
·
Apa tugas masing-masing
anggota?
Fase 4: Alternatif Pemecahan
·
Usaha apa saja yang dapat
dilakukan?
·
Mungkin tidak dilakukan
beberapa usaha?
·
Usaha apa yang paling maksimal
hasilnya?
Fase 5: Laporan dan Presentasi
·
Apa sistematikanya?
·
Apa tugas masing-masing
anggota?
Fase 6: Pengembangan Materi dan Pembelajarannya
·
Apa materi utama dari
permasalahan ini?
·
Apa materi prasyaratnya?
·
Apa implikasi selanjutnya dari
materi ini?
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Nurhayati.
2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Beroriantasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Instruction). Program
Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana.UNESA.
Hajriana. 2010.
Problem Based Learning. Artikel diambil dari http://hajrianawarnadunia.blogspot.com/2010/04/problem-based-learning-pembelajaran.html.
Idris Harta. 2010.
Problem Based Learning. Artikel diambil dari http://www.idrisharta.blogspot.com/.
I Wayan Satyasa. 2008.
Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Artikel diambil dari
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH8f58/8094f08b.dir/doc.pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar