PENGGUNAAN HOTS (HIGHER ORDER THINKING STUDENT) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


A.    Pendahuluan
Pembelajaran Matematika menurut permen 22 tahun 2006 tentang standar isi bahwa tujuan mata pelajaran Matematika adalah peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.      Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan  Matematika.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.      Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran diatas maka mata pelajaran Matematika diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Sehingga guru harus mengembangkan ketrampilan berfikir siswa dengan memfasilitasi siswa untuk menjadi pemikir dan pemecah masalah yang lebih baik. Oleh karena itu pembelajaran Matematika dilaksanakan sesuai dengan kehidupan sehari-hari atau pembelajaran problem solving. Hal ini bisa dicapai dengan konsep belajar yang baru, yaitu higher order thinking student (HOTS). Untuk itu, guru harus menyediakan masalah yang memungkinkan siswa menggunakan keterampilan berfikir tingkat tingginya.
B.     Pengembangan HOTS dalam pembelajaran Matematika
Kemampuan berfikir dasar (lower order thinking) hanya menggunakan kemampuan terbatas pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis, misalnya menghafal dan mengulang-ulang informasi yang diberikan sebelumnya. Sementara, kemampuan berfikir tinggi (higher order thinking) merangsang siswa untuk mengintrepretasikan, menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak monoton. Kemampuan berfikir tinggi (higher order thinking)  digunakan apabila seseorang menerima informasi baru dan menyimpannya untuk kemudian digunakan atau disusun kembali untuk keperluan problem solving berdasarkan situasi. Dengan HOTS ini maka memberikan dampak pembelajaran bagi siswa maupun guru yaitu :
1.      Belajar akan lebih efektif dengan higher order thinking.
2.      Kemampuan intelektual guru dalam mengembangkan higher order thinking.
3.      Dalam evaluasi belajar dengan konsep baru ini, guru harus selalu menyiapkan soal pertanyaan yang nantinya tidak dijawab secara sederhana.
Sejalan dengan teori pembelajaran terbaru seperti konstruktivisme dan munculnya pendekatan baru seperti RME (Realistic Mathematics Education), PBL (Problem Based Learning), serta CTL (Contextual Teaching & Learning), maka proses pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan para siswa, dilanjutkan dengan kegiatan bereksplorasi, lalu para siswa akan belajar matematika secara informal, dan diakhiri dengan belajar matematika secara formal. Dengan cara seperti itu, para siswa kita tidak hanya dicekoki dengan teori-teori dan rumus-rumus matematika yang sudah jadi, akan tetapi para siswa dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung.
Secara umum, keterampilan berfikir terdiri atas empat tingkat, yaitu:  menghafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking) (Krulik & Rudnick, 1999). 
Tingkat berfikir paling rendah adalah keterampilan menghafal (recall thinking) yang terdiri atas keterampilan yang hampir otomatis atau refleksif. Tingkat berfikir selanjutnya adalah keterampilan dasar (basic thinking). Keterampilan ini meliputi memahami konsep-konsep seperti penjumlahan, pengurangan dan sebagainya termasuk aplikasinya dalam soal-soal. Berfikir kritis adalah berfikir yang memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi atau masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat, dan menganalisa informasi. Berfikir kritis termasuk kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan. Ini juga berarti mampu menarik kesimpulan dari data yang diberikan dan mampu menentukan ketidakkonsistenan dan pertentangan dalam sekelompok data.  Berfikir kritis adalah analitis dan refleksif. Berfikir kreatif sifatnya orisinil dan reflektif. Hasil dari keterampilan berfikir ini adalah sesuatu yang kompleks. Kegiatan yang dilakukan di antaranya menyatukan ide, menciptakan ide baru, dan menentukan efektifitasnya. Berfikir kreatif meliputi juga kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya menemukan hasil akhir yang baru.
Dua tingkat berfikir terakhir inilah yaitu berfikir kritis  dan berfikir kreatif  yang disebut sebagai keterampilan berfikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan dalam pembelajaran Matematika.
C.    Meningkatkan Kemampuan HOTS dalam Pembelajaran Matematika
Dalam meningkatkan kemampuan berfikir tinggi siswa, maka guru harus memfasilitasi siswa untuk menjadi pemikir dan pemecah masalah yang lebih baik yaitu dengan cara memberikan suatu masalah yang memungkinkan siswa untuk menggunakan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Masalah yang dimaksud disini adalah soal yang dibuat oleh guru, dan siswa dapat menafsirkan solusi dari soal tersebut. Menafsirkan solusi mengandung arti bahwa siswa tidak berhenti menelaah soal hanya karena jawaban terhadap soal telah ditemukan.  Akan tetapi kegiatan penafsiran ini selain tidak begitu jelas, juga tidak cukup membuat siswa menggunakan keterampilan berfikir tingkat tingginya. Untuk itu diperlukan kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan kreatif siswa dalam bentuk menjawab pertanyaan-pertanyaan inovatif: Adakah Cara lain? (What’s another way?), Bagaimana jika…? (What if …?), Manakah yang salah? (What’s wrong?), dan Apakah yang akan dilakukan? (What would you do?) (Krulik & Rudnick, 1999).
a.       Adakah cara lain?
Dalam pertanyaan dibuat kondisi soal tetap, tidak berubah kemudian fokuskan pada problem, serta siswa diminta untuk mengerjakan soal tersebut dengan cara lain. Hal ini melatih ketrampilan berfikir kreatif pada siswa.
Misalnya : Seorang anak memiliki sejumlah uang logam yang terdiri dari mata uang dua ratusan dan lima ratusan. Jumlah uang seluruhnya adalah Rp. 7.600,00. Jika anak itu mempunyai 20 keping uang logam. Maka berapa keping masing-masing uang logam? Adakah cara lain untuk mengerjakan soal dengan jawaban yang sama?
b.      Bagaimana jika...?
Dalam pertanyaan ini apabila kondisi soal berubah maka berpengaruh pada jawaban soal, kemudian siswa menganalisis soal yang berubah tersebut. Hal ini melatih ketrampilan berfikir kritis pada siswa.
Misalnya : Dalam sebuah kantong terdapat 12 bola merah, 8 bola ungu, dan 6 bola biru. Pada pengambilan pertama secara acak diperoleh bola ungu dan tidak dikembalikan. Tentukan peluang terambilnya bola merah pada pengambilan kedua?
Jawaban : P(M) =  12/25
Kemudian ajukan pertanyaan Bagaimana jika bola ungu pada pengambilan pertama dikembalikan? Berapa peluang terambilnya bola merah pada pengambilan kedua?
c.       Manakah yang salah?
Dalam pertanyaan ini Disajikan soal dan jawabannya, tetapi jawaban tersebut memuat kesalahan misalnya pada konsep atau perhitungan kemudian siswa diminta mencari kesalahan, memperbaiki, menjelaskan, dan memperbaiki. Hal ini melatih ketrampilan berfikir kritis dan kreatif  pada siswa.
Misalnya : Di suatu agen koran dan majalah terdapat 10 orang berlangganan koran dan majalah, 20 orang berlangganan koran, dan 35 orang berlangganan majalah. Berapa banyak pelanggang seluruhnya ?
Jawaban : Berlangganan korang dan majalah        : 10 orang
                 Berlangganan koran                            : 20 orang
                 Berlangganan majalah                         : 30 orang
                                                     TOTAL          : 60 orang
Agen tersebut mengatakan salah. Manakah yang salah ?
Jawaban 1 : seharusnya banyak orang yang berlangganan koran adalah 10 orang, yang hanya berlangganan  majalah 20 orang, dan yang berlangganan kedua-duanya adalah 10 orang. Sehingga total pelanggan seluruhnya adalah 10 + 20 + 10 = 40 pelanggan.
d.      Apakah yang akan dilakukan?
Setelah menyelesaikan, siswa diminta membuat keputusan misalnya lewat gagasan atau pengalaman pribadi siswa, kemudian siswa juga harus menjelaskan dasar keputusannya. Hal ini melatih ketrampilan berfikir kreatif  dan melatih ketrampilan berkomunikasi siswa.
Misalnya : Andi ditawari oleh temannya untuk memilih salah satu dari dua minuman ringan. Minuman yang pertama dengan merk “X” berbentuk tabung dengan jari-jari 7 cm dan tinggi 16 cm. Minuman yang kedua dengan merk “Y” berbentuk balok dengan berukuran 7 cm x 10 cm x 33 cm. Minuman merk apa yang harus Andi pilih ? Mengapa ?

DAFTAR PUSTAKA


Harta, Idris. 2010. “Pertanyaan-Pertanyaan Inovatif untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi”. Artikel diambil dari http://www.idrisharta.blogspot.com.

Permen 22 thn 2006. Depdiknas. Jakarta.

Krulik, S & Rudnick. 1999.” Innovative Taks to Improve Critical and Creative Thinking Skills. Develoving Mathematical Raesoning in Grades K-12”, pp.138-145.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar